Wednesday, January 31, 2018
Apa Maksud dari Takhrij al-Hadits ( تخريج الحديث )?
Artinya sederhananya adalah mengeluarkan hadits. Mahmud ath-Thahhan memberi penjelasan bahwa takhrij al-hadits adalah cara penunjukan sumber asli dari suatu hadits, menjelaskan sanadnya dan menerangkan martabat nilai hadits yang di-takhrij. Kemudian al-Hatim menjelaskan pengertian takhrij al-hadits sebagai upaya untuk mengembalikan hadits pada sumber aslinya yang akurat. Jika kemudian pada aslinya tidak ditemukan maka dapat merujuk pada cabang-cabangnya, dan jika masih mengalami kesulitan maka dengan mengembalikan pada catatan Muhaddits yang memiliki sanad dan menjelaskan tingkatan hadits secara umum.
Arti awal dari kata ini adalah sebuah aksi dari seorang Muhaddits yang mengeluarkan hadits berserta sanadnya yang disertai penyebutan kualitas hukumnya dengan metode periwayatan yang ia tempuh. Sang Muhaddits yang meriwayatkan hadits yang disertai isnadnya disebut Mukharrij. Termasuk di dalamnya para pemiliki kutub as-Sittah yang menulis hadits dengan mencantumkan sanad yang dimiliki mereka, mulai dari gurunya hingga Sahabat dan Rasulullah.
Pada arti yang lebih luas kata takhrij berkembang pada studi penelitian hadits yang disertai dengan argumen dan hukum terkait dengan hadits yang diteliti. Pada biasanya, takhrij model ini dilakukan untuk kitab-kitab, seperti fikih dan tasawuf yang pengarangnya tanpa menyantumkan hadits yang ditulis sebagai landasan hukum yang dikeluarkannya. Kemudian, ada ulama yang mentakhrij hadits-hadits tersebut dengan menelusuri jalurnya sehingga ditemukan sumber aslinya yang kemudian memberi petunjuk siapa rawinya dan status hukum hadits tersebut dengan menjelaskan keadaan rawi. Adapun orang yang pertama kali melakukan takhrij model demikian adalah al-Khatib al-Baghdadi (w. 463 H.) yang kemudian diikuti oleh Musa al-Hazimi asy-Syafi’i (w. 584 H.) melalui karyanya Takhrij al-Ahadits al-Muhadzdzab.
Kitab model demikian inilah yang dimaksud dengan Kutub at-Takhrij yang menunjuk pada jenis kitab yang menghimpun hadits-hadits yang terdapat dalam kitab-kitab bidang tertentu, seperti fikih dan tasawuf setelah diteliti dan dicarikan sumber sanadnya. Tentunya, juga disertai penilaian akan status hadits yang ditulisnya. Termasuk jenis kitab ini adalah Takhrij Ahadits al-Ihya' li al-Ghazali yang ditulis oleh Zainuddin al-'Iraqi. Takhrij al-'Iraqi ini kemudian banyak dicetak beserta kitab asli yang ditakhrij, yakni Ihya' 'Ulum ad-Din, khususnya pada bagian footnote.
Takhrij juga berarti sebuah upaya untuk mencari sanad suatu hadits dan menjelaskan keadaan para rawinya serta kualitas haditsnya dengan mengacu pada penilaian para an-Naqid dalam kitab-kitab mereka. Dari penelusuran itulah akan ditemukan kekuatan atau kelemahan sanad yang dapat melahirkan keputusan atas kualitas hadits. Dalam konteks seperti inilah kata takhrij yang berkembang hingga kini. Terlebih lagi, untuk saat ini banyak kitab-kitab takhrij yang dapat dijadikan rujukan dalam memberi keputusan. Hanya saja, takhrij model demikian hanyalah berbentuk kutipan takhrij dari pendapat ulama sebelumnya yang juga berkomentar mengenai hadits yang diteliti. Takhrij model inilah yang sangat mungkin untuk dilakukan saat ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment