Banner 468 x 60px

 

Saturday, January 13, 2018

Bagaimana Cara Mendeteksi Ittishal Sanad dalam Hadis?

0 comments
Ittishal berarti tersambung, ittishal as-sanad berarti ketersambungan sanad dari satu rawi ke rawi berikutnya. Adapun sanad ibarat tangga dengan beberapa anak tangga. Ketika seseorang ingin naik ke atas, selain kelengkapan anak tangga juga kepastian atas kekuatannya. Karena ketersambungan sanad menjadi bagian penting dari kesahihan hadis yang diriwayatkan, menelitinya menjadi bagian penting dalam studi kritik sanad. Objeknya adalah hubungan antara guru dan murid pada masing-masing rawi di jalur isnad. Indikator ke-muttashil-an sebuah sanad bisa diketahui dari enam. Enam indikator ini, meski tidak harus terpenuhi semua, tapi paling tidak menjadi tanda kuat yang menjelaskan hubungan antara guru dan murid dalam kaitan periwayatan hadis. Berikut enam indikator dimaksud. 1. Kode-Kode Rawi Nama-nama rawi demikian banyak dan terkadang memiliki kesamaan dari sudut nama sendiri, orangtua, kunyah dan laqab, atau bahkan nisbatnya. Kesulitannya, karena bisa mungkin nama Tsabit dipakai oleh lima orang pada jalur isnad yang berbeda-beda atau berada di satu jalur tapi beda masa. Contoh, seperti yang ada pada kitab Tahdzib al-Kamal berikut: بخ د سي ق: ثابت بن قيس الانصاري الزرقي المدني. Tsabit bin Qais diberi kode بخ yang berarti ia adalah jalur Imam Bukhari dalam kitab Adab al-Mufrad. Kode د berarti Tsabit juga jalur Abu Daud. Demikian pula, kode سي sebagai tanda bahwa Tsabit yang ini juga berada di jalur an-Nasa’i dalam kitabnya, ‘Amal al-Yaum wa Lailah. Kode ق menjadi petunjuk bahwa Tsabit juga berada di jalur Ibn Majah. Contoh lainnya, ketika akan mencari rawi bernama Ishaq yang ada di jalur at-Tirmidzi melalui kitab Tahdzib at-Tahdzib: من اسمه أسحاق )مد ت س ق (اسحاق بن ابراهيم بن حبيب بن الشهيد الشهيدي أبو يعقوب البصري. روى عن أبيه ومعتمر بن سليمان وأبي معاوية وحفص بن غياث وأبي بكر بن عياش وغيرهم. روى عنه أبو داود في المراسيل والترمذي والنسائي وابن ماجة وابنه ابراهيم ابن اسحاق والبجيري وابن خزيمة وجعفر الفريابي وأبو عروبة وابن أبي داود يحيى ابن صاعد وجماعة. قال أحمد صدوق وقال النسائي ثقة وقال الدارقطني ثقة مأمون. قال ابراهيم بن محمد الكندي توفي في جمادي الآخرة سنة (257( Agar kita tahu bahwa Ishaq yang kita cari adalah jalur at-Tirmidzi maka kita pastikan kode yang ada sebelum nama, yakni huruf Ta’. Jika ada nama Ishaq, tapi tidak memiliki kode tersebut maka ia termasuk Ishaq lain, bukan yang ada pada isnad at-Tirmidzi yang kita cari. Jika ditemukan kode Ta’, berarti pencarian sudah mengerucut pada objek dimaksud. Namun kemudian, orang yang memiliki nama Tsabit bin Qais cukup banyak, antara lain berikut: ي د س: ثابت بن قيس الغفاري، مولاهم، أبو الغصن المدني. Jika yang diteliti adalah jalur Ibn Majah, tentunya bukan Tsabit bin Qais al-Ghifari, melainkan Tsabit bin Qais al-Anshari di atas karena berkode (ق), begitu juga sebaliknya. Meski bisa jadi, dalam isnad semuanya disebut Tsabit bin Qais saja. Artinya, tujuan dari pengetahuan ini agar tidak salah orang dalam mencari biografinya. Hanya kemudian, sedikit menyulitkan katika ditemukan satu nama yang sama dengan ayah berbeda dan berada di satu kode, sementara di isnad yang kita cari hanya disuguhi nama saja, tanpa ada penyebutan nama ayah dan nasab. Sebagaimana nama Tsabit bin Qais di atas yang sama-sama memiliki kode (د) yang menandakan sebagai jalur Abu Daud. Jika yang diteliti jalur Abu Daud, dan nama ini sama-sama memiliki kode د, langkah selanjutnya dengan menelisik guru dan murid-muridnya. Apakah nama pada isnad terdapat dalam daftar pada biografi yang dicari atau tidak. Jika ditemukan nama guru atau murid, maka Tsabit inilah yang dimaksud dalam isnad. Penelurusan terus dilakukan pada segala kemungkinan. Jika tidak ditemukan pada data guru dan murid, bisa melalui data tahun lahir atau wafat. Jika ada kemungkinan bertemu antara guru dan murid pada isnad yang disebutkan, maka kemungkinan besar Tsabit bin Qais inilah yang dimaksud. Jika sulit lagi, maka bisa dilihat di mana saja sang guru dan murid belajar. Melalui tempat-tempat geografis inilah hal mungkin yang bisa dilakukan ketika beberapa tahapan di atas sulit menyelesaikan. Penulisan kode-kode pada nama ini hampir pasti terdapat pada kitab-kitab berjenis tarikh ar-Rijal, bahkan juga pada hadis-hadis. Kita tinggal mengenal rumus melalui kode-kode yang ditulis para ulama tersebut. Inilah keunikan pada bidang hadis ini. Untuk kode-kode pada kitab Tahdzib al-Kamal dan Taqrib at-Tahdzib disebutkan secara khusus dalam bab IV. 2. Shighat Ada’ wa at-Tahammul. Dalam rentetan isnad, akan ditemukan shighat atau kode periwayatan antaara murid dan guru, semacam Haddatsana, Akhbarana, dan ‘An. Dari beberapa shighat tersebut kita akan mengetahui, apakah rawi dimaksud menerima langsung dari guru yang disebut atau tidak, sehingga bisa dihukumi antara dua rawi yang ada memiliki ikatan persambungan (ittishal). Shighat Ada’ wa at-Tahammul terbagi menjadi dua, shighat al-Jazm dan Tamridh. Untuk Shighat al-Jazm yang biasanya berbentuk Ma’lum, sebagaimana kata Akhbara yang besar kemungkinan hadis yang disampaikan didapat melalui pertemuan langsung, bukan melalui perantara. Berbeda dengan kata semacam Qila dan ‘Ann yang tergolong Tamridh masih belum dipastikan, dan bisa mungkin melibatkan orang ketiga yang disembunyikan. Untuk lebih lengkapnya, baca buku Kamus Istilah Hadis. 3. Syaikh wa Talamidz ar-Ruwat Maksudnya data guru dan murid. Dari data guru dan murid kita akan mengetahui, apakah rawi memang betul-betul berguru kepada rawi dimaksud atau tidak. Atau dalam biografi sang guru menyebut murid yang ada dalam isnad. Namun, bukan berarti semua yang tidak disebutkan dalam hubungan tersebut tidak ada unsur perguruan di dalamnya. Paling tidak, data tersebut menjadi indikator adanya ittishal atau tidaknya dalam isnad. Fungsi lain dari data guru dan murid ini adalah ketika menemukan nama yang sama pada jalur yang sama, tapi orangnya berbeda. Bisa jadi ada dua rawi sama-sama memiliki nama ‘Abdullah, tapi guru atau muridnya yang terdapat dalam isnad dimiliki oleh salah satunya. Besar kemungnikan ‘Abdullah itulah yang dimaksud dalam isnad. Untuk mengetahui data guru dan murid, dapat memanfaatkan kitab Tarikh ar-Rijal yang di antaranya: 1. Tahdzib al-Kamal oleh al-Mizzi 2. Tahdzib at-Tahdzib oleh Ibn Hajar 3. Mizan al-I’tidal 4. Siyar A’lam an-Nubala’, oleh adz-Dzahabi (daftar nama ada di jilid 24). 5. Tarikh al-Islam wa Wafayat al-Masyahir wa al-A’lam, oleh adz-Dzahabi 4. Tarikh al-wafat. Dengan mengetahui, minimal tahun wafatnya, kita bisa memperkirakan adanya kemungkinan pertemuan antara dua rawi. Tidak semua rawi diketahui kelahiran dan wafatnya. Data ini sekedar untuk mendukung dan memastikan adanya pertemuan antara dua rawi yang dimaksudkan, setelah tiga data di atas. Adapun kitab yang bisa dijadikan rujukan adalah di antaranya kitab-kitab di atas, juga sebagai berikut: 1. Usdul Ghabah fi Tamyiz ash-Shahabah, oleh Ibn al-Atsir. 2. Dikru Asma’ at-Tabi’in, oleh ad-Daruquthni. 3. Tarikh al-Kabir, oleh Imam al-Bukhari 4. Wafayat al-A’yan wa Anba’ Abna’ az-Zaman, oleh Ibn Khalkan (Daftar nama ada di jilid 8). 5. Tarikh al-Islam wa Wafayat al-Masyahir wa al-A’lam oleh adz-Dzahabi. Kitab yang dapat dijadikan rujukan tentu tidak hanya pada kitab-kitab di atas. Terdapat ratusan kitab yang dapat dijadikan bahan kajian. Tinggal semangat untuk mencari dan men-search nama-nama pada isnad. Bisa dengan memanfaatkan kitab-kitab yang khusus membicarakan ulama yang terkelompok dalam daerah-daerah tertentu, seperti Tarikh Baghdad, dan Tarikh Damasq. Kitab paling mudah untuk bidang ini adalah karya adz-Dzahabi, Tarikh Islam dan Siyar A’lam an-Nubala’. Dalam kitab Tarikh yang jumlah cetakannya mencapai 53 jilid ini kejadian dan kewafatan tokoh dikelompokkan atas priode. Rekamannya dimulai dari masa Rasulullah hingga tahun 746 H. Pada pada jilid 53, misalnya, adz-Dzahabi menulis kejadian pada kisaran tahun 701 s.d. 746 H. khususnya siapa saja ulama yang wafat dalam rentang waktu itu. 5. Makan at-Ta’lim wa at-Ta’allum. Dengan mengetahui tempat-tempat belajar dan tempat tinggal para rawi, kita akan mengetahui adanya kemungkinan pertemuan antara dua rawi dimaksud dalam sanad. Selain itu, kita dapat mengetahui perjalanan hadis (Madar al-Hadis) yang menjadi objek penelitian, mulai disampaikan oleh Rasulullah di Makah atau Madinah hingga terbukukan oleh Mukharrij. Adapun kitab yang dapat dijadikan rujukan di antaranya adalah: 1. Semua kitab di atas. 2. Semua kitab yang berkenaan dengan daerah-daerah tertentu mengikuti geografis, seperti Tarikh al-Baghdad, dls. 3. Untuk data ini memang kadang sulit, tetapi tetap harus ada upaya untuk mencari. Setidaknya sebagai data tambahan pada indikator-indikator sebelumnya. 6. Kesatuan Thabaqah Untuk mengetahui satu thabaqah atau tidak, bisa dilihat rumus pembagian Thabaqah oleh Ibn Hajar pada kitab Taqrib at-Tahdzib. Melalui rumus ini kita bisa memperkirakan adanya pertemuan al-Liqa’ antar dua rawi yang hidup dalam satu masa. Rumus ada di Bab IV.

0 comments:

Post a Comment